Oleh : Zainur Ridlo, SH
Praktisi Hukum
ASAS-ASAS, LANDASAN DAN TATA
CARA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANGAN-UNDANGAN.
I. ASAS ASAS DALAM PEMBENTUKAN
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN
1. Asas-asas materiil
perundangan-undangan.
Asas materiil ini terbagi dari beberapa unsur-unsur
dan komponen yaitu sebagai berikut ini:[1]
ü
Asas tirminologi dan sistematika yang benar.
ü
Asas tentang dapat dikenali
ü
Asas perlakuan yang sama dalam hukum
ü
Asas kepastian hukum.
ü
Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan
individual.
Asas materiil dalam peraturan
perundangan-undangan adalah isi atau subtansi dari asas-asas untuk membuat
suatu aturan yang legal dalam perbentuk peraturan perundang-undangan. Misalnya
contoh-contoh dibawah ini:
Dalam berkembangnya suatu
dinamika yang terjadi didalam masyarakat dibutuhkannya suatu aturan hukum. pada
kasus bom bali, pada waktu tidak adanya aturan hukum yang mengaturnya terkait
dengan tindak pidana terorisme. Dan diperlukannya aturan hukumuntuk menjamin
kepastian hukum dibuatlah aturan hukum yaitu UU tentang tindak pidana
terorisme. Dari kasus penulis berkesimpulan adnya aturan tindak pidana
terorisme untuk memuat tujuan hukum yang tercantum dalam asas-asa hukum
materiil.
Dalam teori perundangan-undagan
ada istilah hirarki perundagan-undagan, dalam kasus tindak pidana terorisme
contohnya. Setiap orang melakukan kejahatan tindak pidana harus di tindak
sesuai dengan aturan lex-spesialis karena ini adalah aturan khusus. Demikian
juga untuk menjamin sistematika yang benar. Aturan tidak pidana terorisme tidak
boleh bertentangan dengan cita Hukum (Negara hukum pancasila) dan asas-asas
hukum pidana.
Terkait dengan aturan tindak
pidana terorisme ini setiap orang di anggap mengetahui aturan ini dan
mengenalinya. Dan setiap orang mempunyai kedudukan yang sama didepan Negara
hukum. Artinya siapapun yang melakukan tindak pidana terorisme akan di tindak
dengan aturan yang berlaku tanpa terkecuali.
ü Asas tujuan yang jelas.
ü Asas organ yang tepat
ü Asas Perlunya peraturan.
ü Asas
dapat dilaksanakan.
ü Asas Consesus.
Asas-asas
formal perundangan-undagan adalah asas untuk menegakan dan mempertahankan yang
di cita-citakan dalam asas materiil. Misalnya contoh:
Terkait
dengan tindak pidana terorisme ini, diperlukan tujuan yang jelas sesuai dengan
cita-cita hukum. Misalnya sesuai dengan asas-asas materiil( aturan tindak
pidana terorisme) adanya tujuan yang jelas dari Negara mengapa membuat aturan
tindak pidana terorisme yaitu untuk mencegah kejahatan dan acaman terhadap
masyarakat dan Negara. Oleh sebab itu diperlukannya suatu aturan hukum yang
khusus untuk mencegah dari kejadian dan peristiwa terorisme yang terjadi di
bali(bom bali) tidak terjadi lagi.
Kasus tidak
pidana terorisme ini mempunyai sifat khusus, jadi adanya penyelidikan dan
penyidikan khusus yang dilaksanan fungsinya oleh densus-88. Ini adalah untuk
menjamin organ yang tepat dan professional untuk melalukan penegakan hukum. Ini
adalah fungsi dari untuk menegakan hukum materiil dari UU tindak pidana
terorisme.
Contoh pada
kasus dan dengan di undangkan UU terorisme maka setiap aturan yang di undangkan
wajib dilaksanakan oleh setiap warga Negara tanpa terkecuali demi cita-cita
hokum pancasila.
II.
LANDASAN PEMBUATAN PERATURAN
PERUNDANG UNDANGAN
Menurut
ilmu pengetahuan hukum, sekurang-kurangnya ada 3 landasan perundang-undangan,
yaitu: Landasan Filosofis (Filosofische gronslag), Landasan Sosiologis (Sosiologische
Grondslag), dan Landasan Yuridis (rechtsground)/ landasan
hukum/legalitas.[3]
1.
Landasan Filosofis (Filosofische gronslag), yaitu bila rumusannya atau
norma-normanya secara filosofis. Karena sesuai dengan cita dan pandangan hidup
manusia dalam pergaulan hidup mmendapatkan pembenaran dikaji masyarakat atau
sesuai dengan cita-cita keadilan masyarakat.
Contoh:
lahir UU No. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok agraria, yaitu dengan
lahirnya aturan ini berkat perjuangan kaum reformis membuat aturan dari
semangat nasioalisme. Untuk mengaplikasikan dari tujuan dan cita hukum seperti
bunyi pasal 33 ayat(3) “ bumi, dan air dan kekayaan alam yang terkandung
didalam bumi, adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu hrus dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.[4] Dan
sesuai dengan falsafa Negara Hukum pancasila.
2. Landasan Sosiologis (Sosiologische
Grondslag), Yaitu bila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan
keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat. Hal ini penting karena UU dibuat
dan ditaati oleh masyarakat.
Misal/contoh:
secara sosiologis lahir UU No. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok
agrarian, adanya semangat baru dari masyarakat nasioanl karena lahirnya UU ini
menyesuaikan dengan dan kebutuhan masyarakat local.
Lahirnya
ada perubahan yang bersifat mendasar dan fundamental, karena baik mengenai
struktur perangkat hukumnya, mengenai konsep yang mendasarinya maupun isinya,
yang dinyatakan dalam bagian” berpendapat” UUPA harus dengan kepentingan rakyat
Indonesia serta memenuhi pula keperluaanya menurut permintaan zaman.[5]
Bahwa hukum
tanah nasional disusun hukum adat tentang tanah, dinyatakan dalam
konsinderan/berpendapat UUPA. Pernyataan mengenai adat didalamnya UUPA kita
jumpai juga dalam; penjelasan umum angka III ayait (1), pasal 5, penjelsan
pasal 5 dan 16, pasal 56 dan secara tidak langsung jugadalam pasal 58.[6] Dalam
pasal-pasal dan aturan tersebut diakuinya hak tanah adat bisa dimaafkan oleh
masyarakat adat sesuai dengan aturan yang berlaku.
3. terdapat dalam ketentuan-ketentuan
hukum yang lebih tinggi derajatnya Landasan yuridis:
beraspek
formal; ketentuan-ketentuan hukum yang memberi kewenangan terhadap Negara untuk
mengatur keprmilikan tanah kesetiap warga Negara pasal 33 ayat (3) UUD
1945 jo UU NO. 5 tahun 1960 tentang pokok-poko agraria pasal 19
(pendaftaran tanaah) jo PP NO.24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.
Landasan
yuridis beraspek material, Landasan yuridis beraspek material adalah
ketentuan-ketentuan hukum tentang masalah atau persoalan-persoalan yang harus
diatur. Misalnya pasal 33 ayati (3) UUD 1945 untuk mengatur tentang tanah
diatur dalam UU NO. 5tahun 1960 tentang UUPA.
III. TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN
PERUNDANG UNDANGAN .
Dalam pembuatan peraturan
perundang-undangan meliputi beberapa tahap dan pertimbangan-timbangan yang
mendasar. Seperti dijelaskan di pasal 1 ayat (1) UU No.11 tahun 2011 “Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang
mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau
penetapan, dan pengundangan” tahap tersebut adalah proses pembutan
perundang undangan yang perlu diperhatikan dan diterapkan untuk memenuhi muatan
hukum yang dicita-citakan oleh Negara hukum pancasila. Yang lebih jelasnya
diatur dalam pasal 5 dan 6 UU No.11 tahun 2011 tentang tata cara pembuatan Per
UU-an.
Untuk menjamin bahwa setipa
aturan yang dilegalisasikan dalam pembuataan perundang-undangan harus
memperhatikan hirarki dan asas-asas hukum, demi cita-cita Negara hukum jadi
setiap aturan yang dilegalisaikan tidak ada aturan dibawahnya secara hirarki
bertentangan dengan aturan yang diatasnya. Dari UU No. 11 tahun 2011 hirarti
perundang-undagan di atur di dalam pasal 7 UU No. 11 tahun 2011 tentang tata
cara peraturan perundang-undagan. Yang secara jelasnya dibawah ini:
Pasal 7
(1) Jenis dan hierarki
Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi;
dan
g. Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.
(2) Kekuatan hukum Peraturan
Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
[1] Siti Fatima, di sampai( Hand Out)
Pada Mata Kuliah Perancangan Perundang-Undangan Prodi Ilmu Hukum, di
fakultas syaria’ah dan hukum uin sunan kali jaga(Yogyakarta, 2013)
[4] Boedi harsono, hukum agrarian Indonesia(
sejrah pembentukan undang-undang pokok agrarian isi dan
pelaksaannya) jilid 1 hukum tanah nasional (Jakarta,Djambata,2008)
hal. 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar