Legal Opini pasal 111 ayat (1) untuk kasus Anak.
Oleh : Zainur Ridlo
Pendahuluan.
Setiap
kejahatan atau perbuataan melawan hukum (tanpa Hak) yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan, dapat dipidanakan. apabila dapat memenuhi unsur
syarat subjektif dan objektif dalam diri pelaku dan perbuataan pidana.
Salah satu
untuk menentukan suatu perbuataan pidana yaitu berdasarkan undang-undang
"asas legalitas", adanya suatu undang-undang dalam suatu negara untuk
melindungi kepentingan orang "person", badan hukum
"korporasi" dan kepentingan umum/negara. Hal ini demi tercapainya
kesejahteraan masyarakat, keadilaan hukum dan kepentingan negara. undang
undang terkadang tidak dapat mengakomodir kepentingan masyarakat untuk mencapai
rasa keadilaan, mengapa hal ini terjadi, karena undang-undang sebagai substansi
hukum dalam sistem negara hukum, dan Negara Indonesia menganut sistem hukum
kontinental yaitu undang-undang menjadi dasar yuridis normatif untuk mengadili
subjek hukum (orang dan/atau badan hukum) yang lebih mengutamakan kepastian
hukum untuk mencapai keadilan, dan kemudian faktanya hakim seakan akan menjadi
corong undang-undang dalam memutuskan dalam persidangan, yang mana tidak
mempertimbangkan keadilaan sosial dan kadang berbeda perspektif antara keadilan
hukum dan keadilan sosial.
Bahwa dalam
hal jika yang diduga melakukan kejahatan tindak pidana narkotika tentunya
sangat berbahaya jika majelis hakim tidak mempertimbangkan faktor kepentingan
anak sebagai aset investasi masa depan bangsa.
Dan
lahirnya UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, berlatar belakang untuk
memberantas Tindak Pidana Narkotika, karena narkotika selain dapat
digunakan sebagai obat (kesehatan) akan tetapi dilain sisi narkotika dapat
berdampak negatif, apabila disalahgunakan akan menimbulkan ketergantngan yang sangat
merugikan (pengguna). Oleh sebab itu lahirnya UU tentang narkotika untuk
mencegah segala macam cara penyalahgunaan Narkotika, salah satu pasal yang
sering digunakan untuk menjerat pelaku tindak pidana narkotika adalah pasal 111
ayat (1), Pasal 112 dan Pasal 114 UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Namun dalam hal ini penulis hanya membahas salah satu Pasal tersebut yaitu
Pasal 111 ayat (1) UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Dalam pasal
111 ayat (1) UU No.35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, unsur : dalam pasal tersebut mengadung
unsur-unsur sebagai berikut:
a. Unsur
setiap orang
b. Unsur tanpa hak
atau melawan hukum.
c. Unsur
menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan
d. Unsur Narkotika
Golongan I dalam bentuk tanaman.
Dan setiap orang atau korporasi (subjek hukum) yang melanggar dan memenuhi unsur-unsur subjektif dan objektif akan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
Ketentuan
pemidanaan minimum 4 tahun tersebut bisa menjadi persolaan apabila terjadi
kepada anak dan/atau penyalaguna "Korban" atas kejahatan narkotika,
karena anak adalah generasi muda dan penerus bangsa. Padahal bisa jadi anak
melakukan pelanggaran hukum kejahatan narkotika, karena faktor lingkungan dan
sosial. Dalam hal ini posisi berpendapat seorang anak bisa dikategorikan
sebagai korban akibat dari negara gagal memberikan perlindungan atas anak
tersebut, karena negara gagal memberatas kejahatan narkotika yang dimaksud
dalam hal ini adalah PENGEDAR KAKAP. Apakah dalam kasus ini pidana penjara
paling singkat 4 tahun dan denda 800 juta sesuai dengan kondisi anak secara psikologis
dan masa depan anak?
Analisa
Yuridis
Bahwa dalam
hal setiap orang dan/atau korporasi dapat dijatuhkan hukum penjara harus
memenuhi 2 (dua) syarat yaitu pertama syarat memenuhi unsur subjektif dan kedua
syarat memenuhi unsur Objektif.
A. Syarat
memenuhi unsur subjektif
Suatu
perbuataan pidana akan dapat dipidanakan apabila telah memenuhi unsur-unsur
subjektif dan objektif. Unsur subjektif adalah Unsur subjektif adalah unsur
yang berasal dari dalam diri pelaku. Menurut Laden Marpaung dalam bukunya asas-teori-praktek hukum pidana,
“tidak ada hukuman kalau tidak ada kesalahan” (An act does not make a
person guilty unless the mind is guilty ar actus non facit reum nisi mens sit
rea). Dalam hal ini dianggap melakukan kesalahan apabila
pelaku dapat bertanggung jawab, dalam menjelaskan arti kesalahan, kemampuan
bertanggung jawab dengan singkat diterangakn sebagai keadaan batin orang
normal, yang sehat.
Dalam KUHP
kita tidak ada ketentuan tentang arti kemampuan bertanggung jawab. Yang
berhubungan dengan itu ialah pasal 44 :
(1) Barang siapa melakukan
perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat
dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
(2) Jika ternyata perbuatan itu
tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat
atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu
dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.
(3) Ketentuan dalam ayat 2
hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.
Dalam analisa pada tindak
pidana yang diatur dalam pasal 111 ayat (1) UU No. 35 tahun 2009 tentang
Narkotika, pelaku tidak dapat dipertanggung jawabkan prilakunya seperti yang
dimaksud dengan pasal 111 ayat (1) apabila seperti yang para sarjana kiranya dapat
diambil kesimpulaan , bahwa untuk adanya kemampuan bertanggung jawab harus ada
:
1. Kemampuan untuk
membeda-bedahkan antara perbuataan yang baik dan yang buruk; yang sesuai hukum
dan yang melawan hukum.
2. Kemampuan untuk menentukan
kehendaknya menurut keinsafan tentang baik dan buruknya perbuatan
tadi.
Jadi apabila ada seorang yang
kehilangan akal sehatnya jadinya tidak dapat membedahkan perbuataan mana yang
baik dan buruk, sehingga apabila ada orang melakukan tindakan/perbuatan hukum
yang diatur dalam pasal 111 ayat (1) tidak dapat mempertanggung jawabkan
prilakunya. Orang yang tidak mampu bertanggung jawab karena jiwanya tidak
normal, mungkin dianggap berbahaya bagi masyarakat. Karena itu dalam pasal 44
ayat (2) hakim memerintahkan agar terdakwa dtempatkan dalam rumah sakit jiwa.
Terkecuali tindak
pidana tidak dapat terpenuhi jika dengan adanya alasan
pemaaf. Didalam KUHP kita diatur didalam pasal-pasalnya tersendiri. Sebagai
berikut ini:
a. “tidak
dapat bertanggung jawab” Pasal 44 (1) Barang siapa melakukan
perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat
dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak
dipidana. (2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat
dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau
terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu
dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.
b.“Overmacht”
Pasal 48 Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak
dipidana
c. “Noodweer
excess” pasal 49 ayat (2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang
langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau
ancaman serangan itu, tidak dipidana.
d. “Perintah tanapa
wewenang” pasal 51 ayat (2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan
hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa
perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan
pekerjaannya.
B. Syarat
memenuhi unsur objektif
Sedangkan
yang dimaksud dengan unsur objektif adalah perbuataan setiap orang/korporasi
dilarang oleh undang undang & bersifat melawan hukum. Unsur objektif
merupakan unsur dari luar prilaku (heteromon) yang terdiri atas :
a. Perbuataan
manusia..
b. Akibat
(refults) perbuataan manusia.
c. Keadaan-keadaan
(cirsumstances)
d. Sifat
dapat dihukum dan sifat melawan Hukum.
Dalam unsur
objektif yang dikategorikan suatu perbuataan pidana dapat memenuhi:
1. Memenuhi
rumusan UU atau Asas Legalitas
A. Asas
legalitas formil : (Pasal 1 (1) KUHP “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana,
kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah
ada”). Jadi setiap perbuataan orang atau setiap orang dapat dikatakan melakukan
perbuataan pidana, seperti di atur dalam pasal 111 ayat (1) UU No. 35 Tahun
2009 tentang narkotika harus memenuhi unsur-unsur:
a. Unsur setiap
orang
b. Unsur
tanpa hak atau melawan hukum.
c.Unsur menanam,
memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan
d. Unsur
Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman.
B. Asas legalitas
materiil : yaitu hukum yang berlaku didalam kehidupan masyarakat (lihat Pasal
14 (2) UUDS 1950 san pasal 5 (3) sub UU No. 1 drt 1951.). selama tidak ada
pertentangan dengan masyarakat, aturan dalam pasal 111 ayat (1) dapat memenuhi
unsur dari asas legalitas untuk menentukan suatu tindak pidana.
2. Bersifat
melawan Hukum atau Tanpa Hak.
Sejak perubahan pedapat Hoge
raad, doktrin menurut pendapat Laden Marpaung membedahkan Wederrechtelijk (melawan hukum)
atas :
a. Melawan
Hukum dalam arti materiil : Wederrechtelijk materiil (melawan hukum materiil)
pada hakikatnya tidak didasarkan pada perundang-undangan.
Oleh tindakan yang didasarkan suatu alasan pembenar yang kuat.
b. Melawan Hukum dalam arti
Formil, (menurut ajaran Wederrechtelijkheid), sautu perbuataan hanya dapat
dipandang sebagai sifat wederrechtelijk apabila perbuataan
tersebut memenuhi semua unsur yang terdapat dalam rumusan sautu
delik menurut undang-undang.
Dalam
analisis pasal 111 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkoba, mengadung
unsur melawan hukum atau Tanpa hak :
Menurut pendapat
Laden Marpaung, apabila perbuataan telah mencocok larangan undang-undang, maka
disitu ada kekeliruan. Letak melawan hukumya perbuataan sudah nyata dilarang
undang undang, dari sifat melanggarnya ketentuan undang-undang, kecuali jika
termasuk pengecualian yang telah ditentukan oleh undang-undang. Bagi subjek
hukum yang melawan hukum berarti melawan undang-undang, pendirian demikian
dinamakan pendirian yang formal. Sedangkan sebaliknya ada yang berpendapat
bahwa tentu kalau semua perbuataan yang mencocoki larangan undang-undang
bersifat melawan hukum. Bagi mereka ini yang dinamakan hukum bukanlah
undang-undang saja, disamping undang-undang (hukum yang tertulis) ada pula
hukum yang tidak tertulis, yaitu norma-norma atau kenyataan yang berlaku dalam
masyarakat. Pendiri yang dinamakan pendiri material.
1.
Dalam hal ini apabila ada seseorang atau setiap orang (Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari
orang dan/atau kekayaan, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan
hukum. Artinya setiap orang bisa termasuk dalam unsur
korporasi maupun sebagai subjek hukum tersendiri) yang Melawan hukum dengan
cara menanam adalah Tanaman, apa saja yang ditanam, sayur,
buah, rumput-rumputan dan termasuk semuanya (Badudu dan sutan mohammad zain
: kamus umum bahasa indonesia) yang artinya apabila ada setiap
orang yang aktivitas menanam tanaman jenis Narkotika Golongan I dapat
dikategorikan melawan hukum, sedangkan yang dimaksud dengan Memelihara,
memiliki (mempunyai harta benda yang cukup), menyimpan (menaruh
sesuatu di _ artinya menaruh sesuatu bisa dalam bentuk Narkotika),
menguasai (berkuasa pd, berkuasa atas artinya berkuasa pada Tanaman
Narkotika dalam bentuk Golongan I), atau menyediakan (menyiapkan,
menyajikan, mengadakan, mencadangkan: yaitu Narkotika) Narkotika
Golongan I dalam bentuk tanaman adalah bentuk sifat
melawan Hukum. Sedangkan yang dimaksud dengan Tanpa Hak “Tanpa hak”
pada umumnya merupakan bagian dari “melawan hukum” yaitu setiap perbuatan yang
melanggar hukum tertulis (peraturan perundang-undangan) dan atau asas-asas
hukum umum dari hukum tidak tertulis. Lebih khusus yang dimaksud dengan “tanpa
hak” dalam kaitannya dengan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah
setiap orang (Menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau
menyediakan) tanpa izin dan atau persetujuan dari pihak yang berwenang untuk itu,
yaitu Menteri atas rekomendasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan atau
pejabat lain yang berwenang berdasarkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika dan peraturan perundang-undangan lain yang
bersangkutan. Walaupun “tanpa hak” pada umumnya merupakan bagian dari
“melawan hukum” namun sebagaimana simpulan angka 1 di atas yang dimaksud “tanpa
hak” dalam kaitannya dengan UU No. 35 Tahun 2009 adalah tanpa izin dan atau
persetujuan dari Menteri yang berarti elemen “tanpa hak” dalam unsur ini bersifat
melawan hukum formil sedangkan elemen “melawan hukum” dapat berarti melawan
hukum formil dan melawan hukum materiil. Tanpa hak yaitu tidak mempunyai
kekuasaan, kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada subjek hukum; tuntutan
syah agar orang lain bersikap dengan tertentu; kebebasan untuk melakukan
sesuatu menurut hukum. Artinya tidak mempunyai dimaksud dengan pasal 111
yaitu tidak mempunyai hak tanpa ada persetujuan Menteri atas
rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. dan izin pengelolaan dari
pihak yang berwenang mentri.
Melawan
Hukum yaitu suatu sikap yang bertentangan dengan kewajiban hukum si
pelaku atau melanggar hak orang lain. Dalam hal ini sifat melawan hukum
berkaitan erat dengan pelaku bertentangan melanggar aturan dengan melakukan
perbuataan yang bertentangan dengan undang-undang terkait dengan memiliki,
menyimpan, menguasai, atau menyediakan norkotika padahal barang haram
tersebut dilarang beredar terkecuali untuk kepentingan tertentu sesuai yang di
atur dalam undang-undang.
Terkait
dengan sistem pelaksanaan dan tata cara pengelolaan narkotika untuk kepentingan
memenuhi ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan sumber dari Ketentuan mengenai
syarat dan tata cara produksi, impor, ekspor, peredaran, pencatatan dan
pelaporan, serta pengawasan Prekursor Narkotika diatur dengan Peraturan
Pemerintah
Unsur
objektif dalam tindak pidana tidak dapat terpenuhi jika, “Ada
Alasan Pembenar” yaitu :
a. Pasal
49 (1) KUHP “Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan
terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau
harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman
serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum”
b. Pasal
50 KUHP “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan
undang-undang, tidak dipidana.”
c. Pasal
51 (1) KUHP “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah
jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.”
Jadi tindak pidana meskipun
telah memenuhi ketentuan pasal 111 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009, akan tetapi
unsur objektif dalam tindak tidak dapat terpenuhi jika “ada alasan pembenar”.
Dalam
penegakan hukum sistem peradilan anak bersifat khusus yang diatur dalam UU No.
3 Tahun 1997 tentang peradilaan Anak junto UU No. 11 Tahun 2012 tentang sistem
pradilaan anak. Ada beberapa perbedaan khusus dalam penerapan peradilaan anak
dengan latar belakang anak secara psikologis, psikis dan anak sebagai generasi
penerus bangsa. Hal ini juga melatar belakangi perumusan dan sanksi pidana yang
berbeda dari orang dewasa. Khususnya dalam ancaman pidana Pasal 26
(1) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama 1/2 (satu per dua) dari
maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
Analisis
Kritis
Tekstual
hukum (law in book) tekstual hukum (law in practices) dan tindakan hukum law in
action.
Dalam bunyi
pasal 111 ayat (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum
menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika
Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
Ketika
subjek hukum “Anak” telah memenuhi unsur-unsur perbuataan pidana yang diatur
dalam pasal 111 ayat (1) maka dapat dipastikan akan mendapatkan sanksi pidana
paling singkat 4(empat Tahun) dan paling lama 12 (dua belas) tahun. Dan khusus
buat Anak sesuai dengan ketentuan UU No. 3 tahun 1997 tentang pradilaan anak
pasal 26 ayat (1) pidana untuk anak dapat diperingan “paling lama
1/2 (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa”.
a. Realitas
putusan hakim pengadilan
Dalam
putusan PN seorang Hakim menjatuhkan vonis 4 tahun penjara kepada seorang anak,
seperti ketentuan yang disebut di pasal 111 ayat (1) 4 tahun adalah pidana
penjara paling singkat. Artinya seorang hakim tidak bisa menvonis seorang
terdakwa apabila memenuhi unsur-unsur dan terbukti melanggar hukum dibawah 4
tahun penjara. Padahal sanksi diberikan kepada seorang anak, bukan kepada orang
dewasa. Meskipun dalam norma hukum pasal 111 ayat (1) tetap berlaku untuk anak,
meskipun dalam ketentuan UU No. 23 Tahun 1997 tentang peradilaan anak pasal 26
ayat (1) pidana untuk dapat diperingan “paling singkat ½ (satu per dua) dari
maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Artinya ½ (satu per dua)
tidak bisa berlaku pada minimum(paling singkat).
b. Implikasi
hukum paradoks hukum dan ekses hukum
Dari sautu
putusan pengadilan apabila pidana penjara dijatuhkan kepada anak paling singkat
4 tahun, ditinjau dari teori pemidanaan tujuan pemidanaan adalah :
a. Menjerahkan
penjahat;
b. Membinasakan
atau membuat tak berdaya lagi si pelaku.
c. Memperbaiki
pribadi si penjahat.
Untuk
seorang anak kiranya tidak adil apabila kita menggunakan teori a dan b karena
fungsi dari anak untuk masa depan bangsa. Dan latar belakang sanksi pidana
penjara paling singkat pasa pasal 111 ayat (1) adalah berlatar belakanr teori
menjerahkan penjahat dan membinasakan. Ketika ketentuan pidana penjara sesuai
dengan UU No. 35 tahun 2009 diterapkan kepada seorang anak yang secara
psikologis belum matang, akan dikhawatirkan akan merusaka masa depan anak
dikarenakan pidana penjara 4 Tahun sangatlah lama.
c. Aplikasi/implementasi
aktualisasi, verifikasi tulisan legal opini.
Dalam
sistem hukum di Indonesia seorang hakim menjadi corong dari undang-undang, dan
dalam putusan pengadilaan ada beberapa persolaan karena rasa keadilaan jauh
dari hakikatnya. Demi terciptanya keadilaan sosial untuk masyarakat indonesia
harus berani memberikan trobosan yang progresif dalam penegakan hukum.
Dalam pasal
111 ayat (1) seorang hakim bisa saja memberikan putusan demi suatu keadilaan
kepada seorang anak untuk kepentingan anak dan masa depan bangsa karena anak
dalam kasus yang terjadi dalam tindak pidana narkotikan bisa jadi adalah
seorang korban dari kejahatan narkotika.
Logika
rasional dan intelektual hukum(disiplin saitis ilmiah)
Sesuai
dengan konsideran UU No. 3 tahun 1997 tentang pradilaan anak dijelaskan dalam
konsiderannya “bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu
sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan
bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus,
memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan
perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang;”
Apabila
posisi strategis seorang anak dalam suatu bangsa tidak bisa diselamatkan,
dengan hanya menggunakan teori pemidanaan dan membinasakan seorang anak akan
terganggu secara psikologis. Kondisi demikian bisa merusak eksistensi suatu
bangsa.
dalam posisi
demikian diharapakan dalam penegakan hukum seorang anak untuk menggunakan
metode disversi, atau dengan konsep teori pemidanaan memperbaiki pribadi
seorang anak.
Dengan
dasar demikian seorang hakim tidak boleh kaku lagi dalam penegakan hukum,
pertimbangan filosofi, sosiologis sangat penting karena hal tersebut adalah
watak dari negara indonesia. Di harus mengutamakan landasan yuridis saja,
tetapi tiga landasan tersbut dan digunakan secara bersamaan. Agar tidak terjadi
lagi ketidakadilan kepada masyarakatindonesia khususnya seorang anaka sebagai
penerus generasi bangsa.
Bahwa
kemudian jika terjadi kasus yang serupa untuk tindak pidana narkotika pelakunya adalah anak, maka harus ada upaya hukum ekstra untuk mendapatkan
perlindungan hukum kepada kepentingan anak, hal ini dapat di upayakan
perlindungan hukum kepada instansi terkait, dan menyampaikan pembuktian yang
kuat kepada pihak penegak hukum bahwasanya seorang anak tersebut benar benar
merupakan KORBAN.
Kontak persoon : 082333589905
Tidak ada komentar:
Posting Komentar