Latar belakang dibentuk Pengadilan
Pidana Internasional
Romli Atmasasmita berpendapat Pertumbuhan dan perkembangan tindak pidana
internasional dan kebutuhan pengaturannya diawali oleh sejarah panjang menganai
perang yang telah terjadi sejak era perkembagan masyarakat internasional
tradisional samapai dengan era perkembangan masyarakat internasional modern.
Serta dengan lahirnya berbagai kejahatan internasional, maka lahir makkamah
pidana internasional (ILC) pada tahun 1974.[1] Salah
satu alternatif penyelesaian sengketa secara hukum atau 'judicial settlement'
dalam hukum internasional adalah penyelesaian melalui badan peradilan
internasional (world court atau international court).[2] Dalam
hukum internasional, penyelesaian secara hukum dewasa ini dapat ditempuh
melalui berbagai cara atau lembaga, yakni: Permanent Court of International of
Justice (PCIJ atau Mahkamah Permanen Internasional), International Court of
Justice (ICJ atau Mahkamah Internasional), the International Tribunal for the
Law of the Sea (Konvensi Hukum Laut 1982), atau International Criminal
Court (ICC).
Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court - ICC) didirikan
berdasarkan Statuta Roma yang diadopsi pada tanggal 17 Juli 1998 oleh 120
negara yang berpartisipasi dalam “United Nations Diplomatic Conference on
Plenipotentiaries on the Establishment of an International Criminal
Court” di kota Roma, Italia.[3]
Tujuan dibentuknya Pengadilan
Pidana Internasional
Menurut pendapat Romli Atmasasmita, mengatakan didalam perkembangan
masyarakat internasional, muncul kebutuhan akan suatu badan yudisial untuk
mengadili kejahatan-kejahatan tertentu berdasarkan hukum internasional. Artinya
secara hukum pidana internsional secara implisit telah diakui relevansinya dan
arti penting dari suatu mahkamah pidana internasional sebagai salah satu
intrumen penting untuk mewujudkan hukum pidana internasional itu dalam
kehidupan nyata.[4]
Pengadilan Pidana
Internasional bersifat independen!
Mahkamah Pidana Internasional merupakan mahkamah yang independen dan bukan
merupakan badan dari PBB karena dibentuk berdasarkan perjanjian multilateral,
meskipun dalam beberapa kondisi tertentu ada relasi peran antara Mahkamah
dengan PBB (Pasal 2 Statuta Roma[5]).
Pengertian Pengadilan pidana internasional Pengadilan pidana internasional
atau dalam bahasa Inggris di sebut internasional criminal court (ICC)
merupakan lembaga hukum independen dan permanen yang dibentuk oleh masyarakat
negara-negara internasional untuk menjatuhkan hukuman kepada setiap bentuk
kejahatan menurut hukum internasional diantaranya genosida, kejahatan terhadap
kemanusiaan dan kejahatan perang dan kejahatan agresi.[6]
Pidana Internasional
bagian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa
Pendapat Romli Atmasasmita, yang dimaksud dengan mahkamah internsional
dalam konteks hukum pidana internasional adalah suatu peradilan tetap yang
dibentuk oleh PBB, dan merupakan salah satu instrumen PBB untuk menuntut dan
mengadili para pelaku tindak pidana internasional.[7] Artinya
peradilan pidana internasional bagian dari perserikatan bangsa-bangsa, akan
tetapi pradilan mempunyai sifat idependen.
Hubungan Perserikatan
Bangsa-Bangsa dengan Pengadilan Pidana Internasional
Sesuai dengan pendapat diatas saya perbendapat, hubungan PBB dengan
pengadilan pidana internasional, adalah suatu struktur yang berada dalam satu
sistem yaitu PBB sedangkan peradilan pidana internasional adalah berada dibawah
PBB (Dewan keamanan PBB).
Kedudukan Pengadilan
Pidana Internasional
Sesuai dengan statuta roma pasal 2 ayat (3), “Pengadilan dapat
berlokasi di mana saja, sepanjang diinginkan, sebagaimana ditentukan dalam
Statuta ini” artinya dalam penegakan hukum pidana internasional setiap subjek
hukum yang melakukan kejahatan internasional dalam kondisi tertentu dapat
diadili ditempat kejadian atau yudiksinya. Contoh; kejahatan perang.
Konsekuensi hukum ketika
Pengadilan Pidana Internasional diakui sebagai personalitas hukum
internasional.
Ketika kita berbicara konsekuensi hukum dalam hukum pidana adalah sanksi
pidana. Dalam hukum pidana internasional negara dalam hukum pidana
internasional ini, pada dasarnya merupakan bentuk dari pertangungjawaban
entitas atau lebih tepatnya adalah badan hukum.[8] Dalam hukum
pidana pidana internasional mengakui personalitas dalam pertanggung jawab
pidana, akan mempertanggung jawabkan pidana dalam bentuk sanksi. Dan perbuataan
negara ada apabila adanya ikatan atau rantai yang jelas antara negara dengan
subjek hukum yang secara aktual melakukan perbuataan negara sebagai subjek
hukum internasional. Subjek hukum yang melakukan tindakan aktual atas nama
negara adalah orang-perorangan (naturlijk persoon) yang bertindak dalam
kapasitasnya sebagai petugas atau wakil negara. Sebenarnya ini adalah bentuk
pembebanan pertangungjawab negara, atas tindakan yang dilakukan oleh pejabat
negara yang bertindak atas nama negara.[9]
Sedangakan konsenkuensi dalam bentuk sanksi hukum terhadap personalitas
negara (negara) yang melakukan tindak pidana internasional ini adalah berupa
sanksi hukum pidana lainnya, yaitu bisa berbentuk saksi administrasi,
perampasan atau penyitaan, dan membayar denda.[10]
Kejahatan genosida
Berdasarkan rumusan pasal II Konvensi Genosida, genosida adalah setiap
tindakan yang dilakukan dengan tujuan menghancurkan suatu bangsa, etnis, ras
atau kelompok keagamaan, baik sebagian maupun seluruhnya. Tindakan tersebut
berupa pembunuhan; tindak berupa penderitaan fisik ataupun mental; atau dengan
sengaja dan atas dasar perhitungan tertentu, tindakan tersebut akan
mengakibatkan rusaknya kondisi kehidupan kelompok tersebut; tindakan pemaksaan
yang bertujuan untuk membatasi kelahiran terhadap kelompok tersebut; dan
memindahkan secara paksa anak-anak dari suatu kelompok ke kelompok lainnya.[11] Pengertian
genosida ini juga ditetapkan kembali dalam pasal 6 statuta Roma.
Berlakunya jurisdiksi
ICC terhadap suatu kejahatan yang menjadi jurisdiksinya dan terhadap suatu
negara.
Pasal 1 ICC merupakan pelengkapan dari yuridiksi pidana nasional
berdasarkan pidana ini, ICC hanya bersifat pelengkap terhadap yuridiksi pidana
suatu negara. Dimuatnya prinsip ini, sekaligus merupakan pengakuan terhadap
prinsip kedaultan negara dan harapan masyarakat internasional agar sistem hukum
nasional memuat pengaturan hukum untuk mengatur dan menghukum tindak-tindak
pidana yang menjadi keprihatinan Dunia. Dan juga secara otomatis disebutkan
dalam pasal 12 ayat (1) pelaksanaan yuridiksi ICC atas tindak-tindak pidana
yang tercantum dalam statuta tidak memelukan persetujuan sebelumnya dari negara
pihak. Selanjutnya atas dasar pasal 12 ayat (2) statuta ICC dapat melaksanakan
yuridiksinya, apabila (a) kejahatan terjadi di wilayah negara pihak pada
statuta;(b) orang yang melakukan kejahatan tersebut adalah warga negara dari
negara pihak tersebut.[12]
Keberlakuan Jurisdiksi
Pengadilan Internasional.
Keberlakuan Jurisdiksi berdasarkan Pasal 13 Statuta Roma yaitu :
1. Perkara dilimpahkan kepada Jaksa
Penuntut oleh Negara Pihak
2. Perkara dilimpahkan kepada Jaksa
Penuntut oleh Dewan Keamanan PBB
3. Jaksa Penuntut berinisiatif melakukan
penyidikan
Pelimpahan Perkara oleh
Negara Pihak dalam Pengadilan Internasional
Pelimpahan Perkara oleh Negara Pihak dalam perkara Pengadilan Internasional
sesuai dengan ketentuan Pasal 14 Statuta Roma:
1. Negara Pihak dapat dapat melimpahkan
kepada Jaksa Penuntut suatu perkara di mana satu atau lebih kejahatan dalam
jurisdiksi ICC telah dilakukan. Negara Pihak tersebut dapat meminta Jaksa untuk
melakukan penyidikan terhadap perkara tersebut dengan tujuan untuk menentukan
satu atau lebih orang yang harus dituntut atas kejahatan yang dilakukannya.
2. Pelimpahkan perkaran harus
menjelaskan kejadian yang relevan dan dilengkapi dengan dokumentasi yang
mendukung yang tersedia bagi negara melimpahkan perkara itu
Tidak dapat diterimanya
suatu kasus oleh Pengadilan Pidana Internasional.
Dalam ketentuan pasal 17 ayat (1), (2), (3), mengatur tentang hukum acara
tindak pidana intenrnasional (sistem pradilan pidana internasioanal) dengan
prosedur sebagai berikut ini:
a. Pertama mengatur tentang
Masalah Penerimaan Kasus (yuridiksi) suatu perkara, dan pengambilan kewenangan
langsung oleh mahkamah internasional
b. Yang kedua, tentang “cara menentukan
ketidakmauan” cara ketikmampuan nasional untuk menyelenggaran pradilan pidana
internasioal.
c. Yang ketiga, “menentukan
ketidakmampuan” ICC mempertimbangkan apakah suatu negara tidak mampu untuk
menangkap tersangka atau mendapatkan bukti-bukti dan kesaksian yang dibutuhkan
atau sebaliknya tidak mampu untuk melakukan proses pemeriksaan karena tidak
berfungsinya atau tidak tersedianya seluruh atau sebagian dari sistem hukum
nasionalnya.
Perbuatan apa saja yang
membuat seseorang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana.
Menurut ketentuan Pasal 25 statuta Roma personal jurisdiction (rationae
personae): bahwa ICC memiliki yurisdiksi atas orang (natural person), dimana
pelaku kejahatan dalam yurisdiksi ICC harus mempertanggungjawabkan perbuatannya
secara individu (individual criminal responsibility), termasuk pejabat
pemerintahan, komandan baik militer maupun sipil
Kemudian sesuai dengan ketentuan Pasal 31 statuta Roma tidak dapat
menanggung tanggung jawab pidana, yaitu
1. Selain untuk dasar-dasar lain untuk tidak menanggung tanggung jawab
pidana yang ditetapkan pada Statuta ini, seseorang tidak akan bertanggung jawab
secara pidana apabila pada saat peri¬laku orang itu:
(a) Orang itu menderita
sakit jiwa atau cacat yang menghancurkan kapasitas orang itu untuk menghargai
perilaku-perilakunya yang tidak berdasarkan hukum atau alami, atau kapasitas
untuk me¬ngontrol perilakunya untuk disesuaikan dengan persyaratan¬persyaratan
hukum;
(b) Orang itu berada
dalam keadaan keracunan yang menghancur¬kan kapasitas orang itu untuk
menghargai perilakunya yang tidak berdasarkan hukum atau alami. atau kapasitas
untuk mengontrol perilakunya untuk menyesuaikan dengan persyaratan-persyarat¬an
hukum, kecuali orang itu telah secara sengaja menjadi kera¬cunan dibawah
keadaan yang diketahui orang itu, atau tidak memperhatikan resiko, bahwa
sebagai akibat dari keracunan itu, dia akan berusaha untuk melakukan perilaku
yang merupakan kejahatan dalam yurisdiksi Pengadilan itu;
(c) Orang yang bertindak
dengan tepat mempertahankan dirinya atau orang-orangnya atau orang lain atau,
dalam hal kejahatan perang, kekayaan yang penting untuk kelangsungan hidup
orang¬orang atau orang lain atau kekayaan yang penting untuk menuntaskan misi
militer, terhadap penggunaan kekuatan yang besar dan tidak berdasarkan hukum
dengan cara yang dapat merugikan derajat bahaya pada orang atau orang lain atau
kekayaan yang dilindungi. Fakta bahwa orang itu terlibat dalam operasi
penyerangan yang dilakukan oleh angkatan bersenjata tidak akan merupakan dasar
untaak tidak termasuk tanggung jawab pidana sesuai dengan sub ayat ini.
(d) Perilaku yang
dituduh merupakan kejahatan dalam yurisdiksi Pengadilan telah disebabkan oleh
paksaan yang terjadi ancaman kematian yang telah mendekat atau
kecelakaan/kerusakan tubuh yang berkelanjutan atau yang sangat gawat terhadap
seseorang atau orang lain, dan orang itu harus bertindak dengan tepat un¬tuk
menghindari ancaman ini, asalkan orang itu tidak bermaksud untuk menyebabkan
bahaya yang lebih besar daripada yang akan dihindari. Ancaman-ancaman itu
mungkin salah satunya :
(i) Dibuat oleh orang lain; atau
(ii) Dilembagakan oleh keadaan-keadaan lain di luar kontrol orang itu.
2. Pengadilan dapat menentukan pemberlakuan dasar-dasar untuk tidak
memasukan tanggung jawab pidana yang diberikan dalam Statuta ini pada
kasus-kasus sebelumnya.
3. Pada proses peradilan, Pengadilan dapat mempertimbangkan dasar untuk
tidak memasukan tanggung jawab pidana selain daripada tanggung jawab yang
disebutkan pada ayat 1 bilamana dasar itu berasal dari yang berlaku sebagaimana
yang ditetapkan dalam Pasal 21, prosedur-prosedur yang berkaitan dengan
pertimbangan dasar itu akan diberikan dalam Aturan-aturan Prosedur serta
Pembuktian.
[1] Romli atmasasmita, pengatar
hukum pidana internasional, (Bandung: Refika Aditama, 2000), hlm. 2-4
[2] Peter
Malanczuk, Akehurst's Modern Introduction to International Law, London:
Routledge, 7th.rev.ed., 1997, hlm. 270
rumah)
2. Mengenai kantor
pusat, Pengadilan akan membuat perjanjian dengan negara tuan rumah. Perjanjian
itu akan disyahkan oleh Dewan Negara Peserta dan kemudian diputuskan oleh
Pimpinan Pengadilan atas nama Pengadilan.
3. Pengadilan dapat
berlokasi di mana saja, sepanjang diinginkan, sebagaimana ditentukan dalam
Statuta ini.
Catatan:
- ICC
berkedudukan di Den Haag Belanda, sebagai kantor pusat.
- ICC
dapat berdiri di mana saja sesuai dengan kebutuhan.
[6] http://sesukakita.wordpress.com/2012/01/25/pengadilan-pidana-internasional/,
pada Desember, 2014, jam; 14.23 wib.
[9] Oentoeng wahjoe
, Hukum Pidana Internasional: perkembangan tindak pidana internasional
& proses penegakanya, (Jakarta: Erlangga, 2011), hlm.80, lihat juga
Marcon N. Shaw, Internasional Law, (Llandysul, Dyefed: Grotius publicatioan
Ltd, 1986), hlm. 411
[10] Oentoeng wahjoe
, Hukum Pidana Internasional: perkembangan tindak pidana internasional
& proses penegakanya, (Jakarta: Erlangga, 2011), hlm.80
[12] Ambarwati
dkk, Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan
Internasional , (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010), hlm. 172
Tidak ada komentar:
Posting Komentar